Tips Mengenali Berita Palsu
Belu NTT – Seperti jamur yang tumbuh subur di saat musim hujan, begitu juga hoaks atau berita palsu selalu bermunculan ketika ada persoalan yang muncul ke permukaan, baik itu persoalan politik ataupun masalah lainnya.
Hoaks biasanya juga muncul ketika sebuah isu mencuat ke permukaan, namun banyak hal yang belum terungkap atau menjadi tanda tanya
Menurut Deonato Da Piedade Moreira, Relawan CIS Timor dalam Webinar Literasi Digital wilayahKabupaten Belu NTT, Jumat 6 Agustus 2021, di Indonesia berita palsu atau hoaks mulai marak sejak Pemilihan Presiden 2014.
“Hoaks bermunculan guna menjatuhkan citra lawan politik alias kampanye hitam atau kampanye negatif, berkaca pada media-media mainstream yang arah pemberitaan mula bergeser pada waktu itu. Ini juga terjadi pada Pilpres Amerika Trump VS Biden yang belum lama berlangsung,” ujar Deobato dalam webinar yang dipandu oleh Eddie Bingky ini.
Lebih lanjut dikatakannya, berita palsu bisa menimbulkan gesekan gesekan horizontal di masyarakat yang mengakibatkan konflik. Contohnya seperti kasus pembunuhan tiga orang staf UNHCR di Atambua tahun 2000, juga berita-berita intoleransi dan lain sebagainya yang marak di media sosial.
Dikatakannya juga bahwa berita palsu atau hoax adalah berita yang tidak diyakini kebenarannya yang dibuat seolah-olah itu benar melalui keterangan sepihak dengan memutar balikan fakta sebenarnya untuk kepentingan tertentu.
“Berita palsu atau hoaks dibuat seseorang atau kelompok dengan beragam tujuan, mulai dari sekedar main-main, hingga tujuan ekonomi (penipuan), dan politik (propaganda/pembentukan opini publik) atau agitasi (hasutan),” imbuhnya.
Akibat berita hoaks yang terlanjur dipercaya ini amat berbahaya. Dampak negatifnya bisa terjadi kesalahpahaman dan membuat jadi masalah juga akan terjadi konflik horizontal di masyarakat. SElain itu akan membuat persaingan politik dan ekonomi serta mempengaruhi pola pikir masyarakat.
Untuk itu agar tak terpancing berita hoaks, ada beberapa cara untuk mengenali berita palsu/hoax. Diantaranya, berita hoax biasanya menimbulkan kecemasan, kebencian atau permusuhan antara satu sama lain. Berita ini tidak ada sumber berita jelas yang dapat dimintai pertanggungjawaban atau klarifikasi atau berita asal ditulis dan diunggah.
Ciri lain adalah berita ini berisi informasi bersifat menyerang, berat sebelah,dan tidak netral dan memiliki judul provokatif tidak sesuai dengan isi berita. Biasanya juga pengirim berita menuliskan kata-kata memaksa untuk membagikan berita tersebut agar viral (pesan berantai).
Kerap kali berita yang diluncurkan tidak menyeluruh, ada fakta yang disembunyikan, dan memelintir informasi yang diberikan oleh sumber terpercaya. Terkait data dan foto, biasanya digunakan yang fiktif agar berita yang ditulis dapat dipercaya. Sehingga membuat orang cepat-cepat mau baca dan menonton jika pada video.
Berit palsu ini juga kerap memanipulasi fakta yang sebenarnya dan ditulis oleh media yang tidak kredibel. Jika kita sudah bisa mengenali mana berta palsu mana yang benar. Maka yang perlu dilakukan terkait penyebaran berita palsu atau hoaks adalah jangan mudah terprovokasi dengan judul berita (bandingkan judul berita dan isi).
Bisa juga dengan melakukan konfirmasi ke berbagai tempat atau beberapa orang yang kompeten serta paham konteksnya dan biasakan untuk saring sebelum sharing. Yang juga harus diingat juga adalah jangan mudah percaya dengan gambar atau video yang muncul di internet.
“Perhatikan elemen berita (pemberitahuan mengandung unsur-unsur jurnalistik 5W 1H). Cek di internet dengan media cetak lain (sumber media-media mainstream atau media yang terverifikasi oleh dewan pers. Verifikasi data berita juga penting dan yang terakhir adalah sering-seringlah membaca,” katanya.
Webinar Literasi Digital untuk wilayah Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi. Di webinar kali ini hadir pula nara sumber lainnya yaitu Fadly Arihsan, Sr Security Enginerr MAXPLUS, Driana Rini, Blogger dan Marzika Juwita sebagai Key Opinion Leader.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.