Wianta dan Stephan Siap Berpameran di Il Rivellino Leonardo da Vinci Locarno Swiss

0

Perupa asal Swiss Stephan Spicher dan almarhum Made Wianta menggelar pameran di Locca Sea House, Jimbaran Hijau, Badung menandai bakal digelarnya pameran serupa di Leonardo da Vinci, Locarno, Swiss

Dua karya Made Wianta/dok.istimewa

Pertemuan baik dirinya dan karyanya adalah pemikiran yang menghidupkan cerita-cerita sebuah peradaban antara barat dan timur yang terlupakan, kemudian membawanya kembali pada pemirsa ke waktu yang berbeda. Melalui karya Stephan Spicher dan Made Wianta pada pameran kali ini memungkinkan kita untuk menyaksikan bukan saja keindahan karya, tetapi pertemuan pemikiran yang menjadikannya masih tetap relevan, dan dapat diakses hingga saat ini.

Bali adalah rumah kedua Stephan, dan di pulau ini bukan saja alam dan kehidupan budayanya yang membuatnya terpesona. Namun, cara hidup masyarakat yang kesemuanya tertata berdasarkan tradisi budaya yang dipertahankan.

Begitu pula saat Made Wianta mukim di Basel dan Rancate, Ticino daerah Swiss bagian Italia. Made Wianta penuh semangat merespons apa yang ia lihat dan rasakan tentang Basel dan Ticino. Pemikiran Made Wianta sebagai orang Bali benar-benar di rasakan berbeda ketika ia harus benturkan dengan realita kehidupan di Eropa, dan ini dialami sama oleh Stephan Spicher ketika berada di Bali.

CGBio Bersemangat Jadikan Bali Destinasi Wisata Kecantikan Medis di Asia Tenggara

Pertemuan Stephan Spicher dan Made Wianta menjadikan bahwa pada tingkatan artistik ada pertemuan yang terus bisa didialogkan bahkan terus dibicarakan sebagai bahan diskusi antara karya seni mereka. Keduanya saling menghormati pada titik pencapaian masing-masing. Mungkin ini adalah cara mereka yang memiliki pengalaman lama tinggal dan bergaul dengan kesenian dan budaya di Eropa maupun di Asia.

Lompatan pikiran Stephan Spicher dan Made Wianta semakin mempertemukan bagaimana ia membuka diri untuk selalu berdiskusi antara kegelisahannya dan kegelisahannya terhadap perkembangan dunia. Pertemuan mereka selanjutnya menjadikan proyek-proyek kesenian bersama, seperti yang telah pernah mereka lakukan sebelumnya yaitu Crossing Line yang telah dipamerkan baik di Bali, Basel, St. Petersburg, dan Moscow. Kemudian pada Februari 2023 yang lalu pameran Between Chaos and Form di Komaneka at Keramas Beach, Bali.

IHC Bali 2023, Di KEK Sanur Akan Dibuka Jokowi dan Keynote Speaker 3 Menteri

Selepas bekerja bersama, kedua seniman ini saling membawa spirit bekerja sendiri-sendiri dan tetap mengasilkan karya yang saling mengikat cara pandang mereka, Made Wianta seniman timur yang melihat barat secara universal dengan caranya sendiri sebagai orang Bali.

Begitu halnya Stephan Spicher sebagai seniman barat dengan spirit timurnya yang terus ia kembangkan untuk bertemu dalam dialog penting dalam perkembangan karya-karyanya.

Dengan penggabungan masa lalu dan masa depan, pengalaman hidup dan karya-karya mereka memicu pertanyaan menarik tentang hakikat waktu itu sendiri pada saat ini atau untuk masa mendatang.

Dekatkan Pelayanan Publik Bagi Warga Binaan Lapas, Pemkab Badung dan Kemenkumham Bali Sinergi

Apakah waktu bersifat linier, atau dapatkah dilipat dan dimanipulasi dalam membaca karya mereka? Jawabannya mungkin terletak pada kekuatan karya seni mereka berdua, di mana imajinasi dan kreativitas mempunyai kekuatan untuk melampaui batasan konvensional untuk menjawab semuanya. *

  • Yudha Bantono, kurator

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *