Kenali Berita Palsu: Baca Artikel Keseluruhan Tidak Setengah Setengah
Gianyar – Maraknya media sosial dengan segala kecanggihan fitur yang amat bermanfaat untuk dipakai hiburan dan bisnis. Namun sayangnya, perkembangan teknologi justru digunakan oleh orang yang tak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan negatif atau kriminal. Hal ini disebabkan fitur media sosial sangat mudah diakses.
Salah satu dampak negatif media sosial adalah masifnya penyebaran berita palsu atau hoaks. Parahnya banyak hoaks sangat dipercaya oleh sebagian masyarakat sehingga bisa membuat keresahan, adu domba dan perpecahan.
I Wayan Gede Suweca Antara, Buru TIK SMKN 1 Petang dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Gianyar, Bali, Kamis 26 Agustus 2021, mengatakan dampak negatif yang ditimbulkan berita palsu begitu besar sehingga kita sebagai pengguna media sosial harus bisa mengenalinya dan bisa mengambil langkah agar tidak terperdaya.
Wayan Suweca menjelaskan bahwa berita palsu atau hoaks merupakan informasi bohong yang dibuat sedemikian rupa hingga seolah-olah benar adanya. Hoaks biasanya dikemas dalam beberapa konten seperti: narasi informasi atau berita yang berlebihan atau membesar-besarkan keadaan.
Selain itu bisa berupa foto atau gambar rekayasa yang sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali dengan berita atau informasi yang dikabarkan. Bisa juga berupa video untuk menggambarkan secara lebih nyata tentang informasi atau berita yang disebar.
“Hoaks biasanya sengaja dibuat untuk mencapai tujuan tertentu dan mendapatkan keuntungan dari dampaknya. Informasi palsu akan lebih cepat viral jika dibagikan dan semakin banyak visitors pada situs tersebut maka pemiliknya akan mengantongi penghasilan berupa uang,” ujar Wayan Suweca dalam webinar yang dipandu oleh Jhoni Chandra ini.
Trafik visitor yang besar juga akan meningkatkan kepopuleran situs tersebut. Dalam beberapa kasus, hoax juga digunakan sebagai media untuk adu domba, menyebar fitnah, mencemarkan nama baik, membuat kepanikan serta menjatuhkan orang atau golongan tertentu.
Hoaks bisa menjadi pemicu munculnya keributan, keresahan, perselisihan bahkan ujaran kebencian. Untuk itu kita harus mengenalinya agar tak mudah percaya.
Lebih lanjut dikatakanya, untuk awalnya adalah dengan mengenali dan menilai sumber kontennya apakah terpercaya atau dari sumber yang tidak jelas. Kemudian baca keseluruhan isi berita dan jangan hanya judulnya saja.
Seperti yang kita ketahui, budaya malas membaca masih menghinggapi banyak orang di Indonesia. Sehingga sebaiknya jika kita menerima sebuah berita tentunya hal yang harus kita lakukan adalah membaca berita tersebut secara menyeluruh tidak hanya judulnya saja. Dan baca isinya kalau bisa membaca secara penuh tidak setengah-setengah.
Selain itu bisa dilihat juga apakah berita itu mencakup nama penulis dan pengakuan kepemilikan karya untuk fotografer. Ini harus diperhatikan kita tahu apakah berita ini benar atau tidak. Selain itu apakah ada sumber terpercaya atau kutipan yang dicantumkan dalam konten tersebut. Juga lihat apakah dari sumber terpercaya atau tidak.
Juga lihat kapan konten dipublikasikan. Apakah konten sudah usang atau tidak relevan. Untuk itu bisa gunakan pencarian gambar terbalik untuk memverifikasi sumber foto. “Yang kita bisa digunakan adalah lewat Google yang paling banyak digunakan, pencarian gambar bisa dilakukan untuk melakukan verifikasi. Sadari juga bias yang anda miliki sadari apa pengaruhnya pada penilaian anda.”
Karena terkadang berita berita tersebut memancing emosi kita dan kita harus menjaga diri kita sendiri agar tidak terpancing seperti ini yang harus ditumbuhkan pada diri kita.
Selain Wayan Suweca juga hadir pembicara lainnya yaitu Chris Jatender Kaprodi Teknik Informatika STTI STIENI, Alek Iskandar, Managing Editgor IMFocus Digital Consultans dan Putri Langi.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.