Denpasar: Pengusaha Terkenal Tomy Winata (TW) menghadiri sidang kasus dugaan penggelapan dan pemberian keterangan palsu pada akta otentik atas terdakwa bos Hotel Kuta Paradiso, Harjanto Karjadi.
Kasus ini dilaporkan TW karena diduga terjadi praktik manipulasi administrasi hukum dalam bentuk kepemilikan saham yang dipindahkan dalam masa dianggunkan bersama Harijanto Karjadi, yang juga kakak terdakwa.
Akibat praktik ini, Bank Sindikasi sebagai debitur diduga kecolongan ratusan miliar rupiah. Hingga akhirnya Harijanto Karjadi diamankan Kepolisian Diraja Malaysia di sebuah bandara Malaysia, Rabu 31 Juli 2019.
Dalam keterangannya, TW menyebut dirinya berinisiatif membeli hak tagih dari Bank CCB menggunakan nama pribadinya. Dirinya mengambil alih piutang CCB tanpa tujuan nilai ekonomi atau untung rugi.
“Tujuan saya mengambil alih piutang CCB INDONESIA terhadap PT. GWP bukan nilai ekonomi. Tetapi karena rasa keadilan saya terusik atas permasalahan hukum yang timbul sehubungan dengan hutang piutang antara Bank Sindikasi dengan PT. GWP. Di mana eks Direktur bank yang memberi pinjaman menjadi tersangka karena dituduh menggelapkan sertifikat yang menjadi jaminan hutang PT. GWP. Hal ini unik, karena pihak pemberi pinjaman dikriminalisasi oleh penerima pinjaman,” ujarnya.
Menurut TW, sebagai WNI dan pengusaha yang kebetulan pemilik lembaga perbankan, nuraninya terusik karena bagaimana mungkin pihak yang memberikan dan meminjamkan uangnya untuk digunakan terdakwa justru menjadi tersangka dengan tuduhan menggelapkan sertifikat.
Padahal sertifikat yang berada di bawah CCB INDONESIA (Agen Jaminan) merupakan jaminan hutang, tidak dimiliki karena pemilik sertifikatnya tetap terdakwa.
“Menurut saya ada proses hukum yang tidak tepat. Hal ini tentu tidak baik untuk dunia investasi Indonesia, khususnya CCB INDONESIA yang pemiliknya adalah pihak investor asing. Padahal pemerintah selama ini berusaha keras menarik investor asing sebanyak mungkin ke Indonesia,” ujarnya.
TW menjelaskan, dari berbagai pertemuannya dengan para pihak, keluhan para investor adalah soal kepastian hukum. Menurutnya, Bank CCB merupakan bank terbesar nomor lima dunia yang sangat memengaruhi investasi di berbagai negara termasuk Indonesia.
“Saya membeli cessie ini agar masalah ini tidak menganggu kepercayaan investor. Sekali lagi, yang melatar belakangi saya mengambilalih/membeli piutang yang dimiliki Bank CCB Indonesia bukan untuk mendapatkan keuntungan, tetapi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi Bank CCB Indonesia,” katanya.
Menurutnya, investor membutuhkan kepastian hukum dalam menjalankan usaha. Artinya, para Investor membutuhkan suatu ukuran yang menjadi pegangan dalam melakukan kegiatan investasinya.
“Dengan tidak adanya kepastian hukum, investor asing jadi kurang berminat menanamkan modalnya di Indonesia. Semoga proses hukum yang sedang berjalan ini bisa memberikan keadilan dan kemanfaatan atas nama kepastian hukum di Indonesia,” ujarnya. (Abi)